Sebagian masyarakat Indonesia hiduppada posisi menengah ke bawah. Tidak usah menyebut angka, tetapi sebagian besar orang sudah mengakui.
Yang disebut menengah, artinya dalam posisi hidup di tengah, disebut kaya dia tidak miskin, disebut miskin dia juga tidak kaya. Menengah ke atas bolehlah disebut agak kaya, karena kenikmatan hidup boleh dibilang sejahtera. Dia tidak perlu ngutang sana ngutang sini guna mengisi kebutuhan sehari-harinya. Kalaupun ngutang, sudah terencana agar bisa memercepat penampilan demi gengsi. Bagi menengah ke bawah, kenikmatan hidup sering dipaksakan agar tercapai tingkat harga diri agar tidak disebut miskin. Ada juga dari kalangan ini "memiskinkan diri" agar memperoleh bantuan pemerintah, baik berupa beras raskin, bantuan langsung tunai, bea siswa sekolah maupun berbagai dana non pemerintah yang mungkin menghampirinya.
Merenungkan ekonomi kerakyatan yang menjadi harapan "wong cilik", saya mengamati kehidupan masyarakat menengah di sekitar saya, baik menengah ke atas maupun menengah ke bawah. Beberapa di antara mereka, walau hidup sudah sejahtera, dia layak makan di restoran atau di hotel berbintang. Namun demikian mereka setiap hari makan di warung tenda. Ketika saya tanyakan, mereka menjawab bahwa ada rasa iba bila penjual di warung tenda itu tidak memperoleh penghasilan. Mereka sudah bisa memilih, mana makanan yang dijaga mutu sehingga bisa dirasakan enak, dan mana yang tidak.
Mobilnya juga dipercayakanpada bengkel pinggir jalan, karena mereka juga sudah mengerti ada mekanik yang mantan karyawan pada service berotoritas merek tertentu. Mereka juga menemukan tukang cat mobil yang memuaskan. Setiap pagi, istri mereka mendapat hantaran sayur dan daging dari tukang sayur yang lewat dengan gerobak.
Kalau kita renungkan, kalangan ini merupakan "pahlawan ekonomi kerakyatan" informal yang perlu mendapat penghargaan. Banyak orang seperti ini di sekitar kita, para "bos kecil"yang peduli pada "wong cilik".
Bagi yang belum mulai, marilah kita mulai membangun "ekonomi kerakyatan" sementara pihak pemerintah yang berwenang seyogyanya segera memfasilitasi pedagang kaki lima, pedagang asongan, pedagang nasi bungkus, pedagang es maupun pedagang kudapan dengan baik sehingga Satpol PP tidak lagi menjadi musuh bebuyutan bagi "pedagang cilik".seperti ini.
Semoga makin sukses mereka yang membantu ekonomi kerakyatan secara riil.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar